CERITA DEWASA

# SELAMAT DATANG DI BLOGGER CERITA DEWASA. BLOGGER INI HANYA KHUSUS USIA 21 KE ATAS

Minggu, 11 Oktober 2020

SEKS DENGAN MBAK JUMINTEN PEMBANTUKU PART II

 

“Maaf yaa den, si Rini saya bawa, mbahnya td

pagi dijemput ipar saya ke Solo, mau ada

acara kawinan sodaranya.”

Katanya

“Yaa gak papa mbak, biar dia bisa maen

di sini, hei pa kabar cantik..”

Seruku

Aku tersenyum ramah kepada anaknya. 

Bocah itu tersipu dan bersembunyi dibalik kaki ibunya.

“Saya mau jalan dulu ya mbak, ada acara

kawinan anak kantor..siang baru pulang..”

Kataku 

“Nggih den….monggo..”

Jawabnya.

Aku segera berlalu, mbak Juminten terlihat manis pagi ini, rambutnya terurai ikal menjuntai ke bahu. Paduan kaos biru dan celana jeans ketatnya itu membuatnya terlihat lebih muda. Well..well..well..kapan kita bisa bisa berdua di kamar lagi mbak, ucapku dalam hati. Hujan turun dengan lebatnya sesampainya aku kembali di rumah. Sebagian kemeja dan celanaku telah basah kuyup.  

“Waah keujanan den..ini dipake handuknya dulu,

nanti mbak bikinin aer panas..”

Serunya

Ketika ia membuka pintu.

“Makasih mbak..”

Kataku

 Aku langsung berlalu ke kamar, mengelap kepala dan tubuhku dengan handuk dan mengganti pakaian.

 “Rini kemana mbak, kok sepi..”

Ujarku

Ketika aku duduk diruang tamu.

” Barusan tidur di kamar belakang den..sudah

kenyang tidur dia..wah..kenceng ya anginya..”

Jawabnnya.

“Iya mbak, sudah lama jg gak ujan..”

Kataku

 “Ini mbak bikinin teh anget pake jahe den..diminum..”

Lanjutnya.

” mantep nih..makasih mbak..”

Jawabku

Aku menerima cangkir dari tanganya.

 Teh itu tidak terlalu lama mengepul, udara dingin perkebunan ini membuatnya segera tidak begitu panas lagi. Udara diluar gelap seperi senja. Angin menerpa atap seng,menimbulkan suara berisik.

 “Masih sibuk mbak, santai aja dulu

duduk2 di sini..”

Ujarku

Aku melihatnya mondar mandir.

“Iya den, sebentar mau mindahin

air panas ke termos..”

Jawabnya.

 Tak lama dia menghampiriku dengan membawa sepiring biskuit dan teh utk dirinya. Kami belum memulai obrolan. Aku masih sibuk membalas sms teman2ku.

 “Mbak gimana kabarnya, urusan yg dulu

itu sudah selesai..”

Ujarku

Aku memulai pembicaraan.

 Dia sedikit terusik dengan pertanyaanku.

 “Sudah den..mbak sudah kapok gak mau

lagi maen gituan..gak ada gunanya..”

Jawabnya.

 “Hehe..iya mbak, ngapain jg..

dikerjain bandar aja kalo togel sih..”

Jawabku

Aku tersenyum.

“Uangnya nanti pelan2 mbak angsur

yaa den..maaf..”

Lanjutnya.

“Gak papa mbak, santai aja, nanti klo kateringnya

lancar mbak bisa dapet tambahan..tenang aja..”

Jawabku.

 “Makasih den..”

Katanya

 Kami kembali terdiam. Tiba2 aku tergelitik utk bertanya tentang peristiwa dulu itu. Sedikit ragu jika itu membuatnya tidak nyaman tapi kalimat itu mengalir tanpa bisa kutahan.

 “Mbak..maaf boleh saya nanya..”

Kataku

“Boleh den..mo nanya apa..”

Jawabnya.

 “Yg kemaren itu..mbak gak marah dengan saya ?”

Lanjutku.

 Dia terdiam beberapa saat,aura wajahnya berubah.

 “Mmm..mbak ikhlas kok den..salah mbak juga..

sudahlah gak papa..”

Jawabnya pelan

Ia mengalihkan pandangan ke arah jendela.

“Boleh nanya lagi mbak..”

Lanjutku.

 “Monggo den..”

Katanya

“Apa yg mbak rasa waktu itu,..mm..waktu di kamar..”

Kataku

kalimatku makin menjebak.

 “….mmmm…gimana ya..gak tau den..”

Jawabnya.

Wajahnya terlihat canggung.

” Sakit..atau jijik mbak..”

Kataku

 “Jijik kenapa..sakit sih iya..”

Jawabnya pelan.

“..aden kok bisa begitu waktu itu..

mbak ini jauh lebih tua..kok bisa..”

Lanjutnya.

 ” ..nafsu laki2 mbak..liar..kadang gak

bisa kontrol..”

Jawabku.

“Soal tua sih gak jadi soal..jujur aja,

mbak masih menarik kok..”

Lanjutku makin berani.

 “Menarik apanya..aden masih muda..

cari pacar yang muda, cantik..gak susah..”

Jawabnya.

“…well..saya masih belum tertarik utk

pacaran lagi mbak..”

Kataku

” Apa yg aden pikir semenjak kejadian itu soal mbak..”

Tanyanya kembali.

 ” Maksudnya..?”

Jawabku

 “Yaa apa aden pikir mbak ini jadi perempuan

gimanaa gitu di pandangan den agus..”

Katanya

“Saya nyesel sesudahnya mbak, gak tega bikin

mbak gitu..yaa selanjutnya saya masih respek

kok sama mbak..”

Jawabku.

 “..mbak juga nyesel..”

Katanya

” tapi kalo boleh jujur..maaf yaaa mbak..”

Kataku

 “Apa den..ngomong aja..”

Jawabnya penasaran.

“.. Saya pengen ngulangin lagi..saya tau itu

gak mungkin..maaf yaa mbak..”

Kataku

Suaraku sedikit bergetar

jantungku berdetak cepat.

 “….mmm…apa yg aden cari..mbak seperti ini,

perempuan kampung, gak cantik..dah tua lagi..”

jawabnya

Wajahnya lekat2 menatapku.

“ mbak masih tetep menarik kok mbak..saya

masih suka inget2 kejadian itu..”

Jawabku.

 Mbak Juminten tersenyum tipis, aku penasaran apa yg ada dalam pikiranya.

 “Apa yg aden inget waktu kejadian itu..”

Ujarnya.

“Yaa indah mbak..malem sabtu kemaren saya

sempet mimpiin mbak gituan sama saya..sorry..”

Jawabku.

 “hehe..aden masih muda, wajar kalo pikiran ke

arah itunya masih kuat, jadi..”

Katanya

Ia tertawa

 “Sekarang jg lagi mikirin itu mbak..”

Kataku

Aku memotong kalimatnya.

“..hmm…yaaa mbak berat hati utk begitu lg ..

takut den..”

Jawabnya.

 “Kalo saya minta tolong supaya mbak gak

takut lagi gimana..”

Kataku

Responku mencecar pikiranya.

“Yaaaa..gimana den..gak usah de..yg sudah

yaa sudah..”

Jawabnya.

 Aku paham dia tengah dilanda kebingungan, di satu sisi dia segan menepis godaanku, di sisi lain dia tidak ingin terjerembab dalam perzinahan bersamaku lagi. Aku menggeserkan dudukku mendekat. Tanganku memegang jemari tanganya. Wanita ini terkesiap dgn kenekatanku. 


“Mbak..gak perlu takut..mbak bisa minta

apa aja dari saya..”

Ujarkuaku menatap kedua matanya lekat2.

” Jangan den..dosa….”

Jawabnya ketakutan.

Tapi dia sudah terlambat, ciuman bibirku telah mendarat di bibirnya. Aku memagut2 bibir itu pelan. Wajahnya pucat pasi..antara kaget dan bingung dengan apa yg dia tengah rasa. Aku kembali menciumi wajahnya, bibir kami kembali bertemu, tanganku telah melingkar dengan manis di lehernya. Dia hanya terdiam..tanpa reaksi. Tidak ada penolakan, aku makin berani merapatkan tubuhku. Kali ini tidak hanya bibir dan sekitar wajahnya, ciumanku mendarat di leher dan belakang telinganya. Mbak Juminten bergidik, tubuhnya merinding. Mendung semakin gelap diluar, petir sesekali menggelegar diiringi deru angin kencang. Aku berdiri, kedua tanganku menggapai tanganya, menariknya keatas kemudian membawanya melangkah mengikutiku, ke arah kamar… Mbak Juminten sama sekali tidak bereaksi, dia kikuk mengikuti langkahku. Wajahnya takut2 melihatku ketika pintu kamar itu tertutup rapat. Ruangan kamar cukup gelap, hanya sebagian tubuh atas kami yg terlihat jelas. Tidak perlu lagi berkata2, segera tuntaskan apa yg ada dalam hati. Aku membimbingnya utk berbaring diranjang. Wajahnya menatapiku tanpa henti,menanti kejutan2 selanjutnya. Aku kembali menciumi bibir itu, tidak ada balasan berarti darinya. Seluruh leher dan bagian dadanya yg tertutup kaos itu habis ku kecup. Nafas mbak Juminten terdengar menderu. Tidak perlu lagi basa basi, aku segera melepas habis pakaian yg dikenakanya. Hanya tertinggal bra dan celana dalam lusuh itu menutupi. Tubuhku pun telah hampir telanjang, pakaianku berserakan di lantai. Aku langsung menindih tubuhnya. Mbak Juminten mendesah, jantungnya terdengar cepat berdetak di telingaku, mulutku tengah puas mencium dan menggigit2 payudaranya yg lumayan besar. Kulit kami saling menempel, bulu2 diperutku mungkin membuatnya makin merinding. Tanganku telah kesana kemari meraba tubuhnya, jemariku lincah menggosok2 sekitar selangkanganya. Penisku telah sedari tadi diruang tamu mengacung keras, diranjang ini dia semakin garang menempel dan kadang2 menggesek tepat ditengah2 selangkangan mbak Juminten. Dia makin terbuai oleh rangsangan dariku. Wanita ini siap sedia untuku hari ini, aku sangat beruntung. Akhirnya kami sudah sama2 siap tempur. Vaginya sudah terkuak lebar dan basah. Permainan lidahku tadi di situ telah membuatnya tanpa sungkan2 merintih dan mencengkram erat kepalaku. Pahanya terkulai lebar ke samping, aku sudah bersiap menusuk. Sedikit demi sedikit batang itu terbenam diiringi dengan rintihan mbak juminten dan desis yg keluar dari mulutku. Kami berpelukan erat ketika penis itu telah berhasil menyentuh dasar vaginanya. Oh my gosh, nikmat sekali. Kami kembali berpagutan, pelan2 aku menarik ulur selangkanganku. Mbak Juminten hingga memeluk pantatku merasakan sensasi itu.

“Nikmatilah mbak,nikmati yg sudah lama

tidak kau rasakan. Usiaku memang terlalu

muda untukmu, tapi aku sanggup

memberimu kepuasan,”

ujarku dalam hati.

Aku ingin menikmati moment ini lebih lama, aku mengaduk2 kewanitaanya perlahan dan lembut. Suasana begitu romantis.

“Uhh..uhh..shhh..hhhh…”

Mbak Juminten mendesah setiap kali aku menusuk selangkanganya.

Tanganya lembut memeluk punggungku. Kami terus berpagutan, pantatku meliuk2 menghantam. Makin lama gerakanku makin cepat. Tenagaku seperti tidak habis membawanya pada kenikmatan. Mungkin lebih dari 15 menit berlangsung, mbak Juminten mulai kewalahan. Jepitan pahanya makin kuat sementara pantatnya tidak henti bergerak ke atas menyambut penisku, nafasnya sudah tersengal. Mungkin tidak lama lagi mbak Juminten mencapai klimaks.

“Buuuk..ibuuuk..di manaaa…rini pengen pipis..”

Kata Rini

 Tiba2 suara anaknya terdengar nyaring di depan pintu kamar. Kami yg tengah melambung terkesiap kaget dan melepas pelukan. Sekejap saja kami telah berdiri, saling bertatapan dalam kebingungan.

“Buuk…ibuuuk..”

Lanjut bocah itu.

 

Damn it..aku menyumpah dalam hati.

“Iya sebentar naaaak..pipis aja di dapur..ada kamar

mandi di situ..ibu lagi beresin kamar..sebentar lagi keluar..”

Jawab mbak Juminten panik

berusaha memungut pakaianya yg berserakan di kasur.

“Iya buk..”

Jawab bocah itu.

“Nanti baring aja lagi di kamar, ibu nanti nyusul..”

Jawabnya

Ia berusaha meraih celana dalamnya.

Aku menahan tanganya,

“biar aja mbak..tanggung sebentar lagi..”

Ujarku.

“Jangan..nanti dia curiga..”

Jawabnya

Ia menepis tanganku.

“Nggak..sebentar lagi..tenang aja..”

Seruku.

“Jangan Den..”

Jawabnya,

Tapi kalimat itu terpotong.

Aku menarik tubuhnya, nafsuku sudah memuncak. Aku mendorong tubuh telanjangnya menghadap meja kecil di hadapan kami. Dengan sekali kibasan seluruh benda2 kecil di atasnya berlompatan jatuh ke lantai dengan suara yg berisik.

“Den..nanti den…sabar..”

Jawabnya kebingungan.

Aku tidak memperdulikan ucapanya. Tubuhnya ku dorong merapat ke pinggir meja, kedua kakinya aku paksa untuk melebar, pantatnya aku tarik ke belakang. Posisi mbak Juminten sudah menungging di depanku, belahan pantat itu mempertontonkan lubang anusnya. Aku menjadi kian brutal, pantat besar dan bahenol itu ku angkat, bagian vagina dan rambut2 halus itu terpampang didepan selangkanganku. Penisku langsung mendekat, langsung menghujam masuk. Pemandangan dibawaku membuatku makin bernafsu.Batang penis itu perlahan menghilang diantara bongkahan pantatnya. O gosh..nikmat sekali, aku mendesis2 menahan geli. Segera saja tubuhku menyodok2 dengan kuat. Tubuh mbak Juminten maju mundur terpapar seranganku. Sebentar saja dia kembali merintih. Permainan kami berlangsung cepat, kekagetan tadi itu menambah selera, bunyi gesekan kemaluan kami mengiringi. Mbak Juminten memutar2 pinggulnya berusaha segera meraih akhir perjuangan. Peniskupun sudah seperti ingin meledak. Tubuhku semakin kuat menekannya kedepan, mbak Juminten gemulai memutar pantatnya kesana kemari, makin liar dan binal dan akhirnya dia meraih klimaks.

“Uhhhh…uhhh…dennn….aduuuhh..

uuhh..huhhu..huh uuu..uuhh..”

Jeritnya

Ia terisak.

Kedua pahanya mengejang kaku,kepalanya hingga terbaring dipermukaan meja sambil terus merintih tiada henti. Cairan hangat kewanitaanya membasahi penisku di dalam. Aku ingin segera merasakan hal yg sama, sodokanku makin cepat melabraknya.Beberapa kali ayunan akhirnya pantatku berhenti bergerak bersiap meregang, tanganku kuat mencengkram pinggulnya.

“Cabut den..cabut…jangan didalem..”

Serunya panik.

Aku masih sempat menarik penisku keluar tepat ketika spermaku datang menerjang.

 


“Ahhhhh….mbakkk..oooh…shhh..ahhh…”

Jeritku

ketika sperma itu menyemprot panas tepat diatas bongkahan pantat bahenol mbak Juminten. Sebagian mendarat di dalam belahan pantatnya, mengalir turun menelusuri permukaan anusnya. Jari tangan mbak Juminten menyelusup dibagian situ, menahan aliran sperma itu mendekati vaginanya dan menyekanya dengan cepat. Kami terkesima dengan nafas tersengal. Nikmat masih menjalari benak kami dalam bisu. Akhirnya permainan ini usai. Aku terduduk lemas di pinggir ranjang menatap mbak Juminten yg masih berdiri dari belakang, badanya limbung memegang pinggiran meja. Cairan sperma itu berkilauan pada bagian pantatnya. Juga terlihat cairan putih kental dari dalam vaginanya yg tertahan bulu lebat kemaluan mbak Juminten. Hujan telah reda ketika kami duduk di ruang tamu. Bocah kecil itu tengah serius menonton tivi di belakang kami. Dia tidak menyadari bahwa ibunya baru saja telah bertarung hebat di kamar bersamaku. Mata kami yg hanya berbicara saat itu, apa yg sudah terjadi tadi membungkam kami tenggelam dalam pikiran masing2. Semenjak hari itu hubungan kami berada dalam suasana yg baru. Usaha katering yg kujanjikan berjalan sukes, tarah hidup mbak Juminten meningkat lebih baik. Hingga hari ini mbak Juminten masih menemani gairah mudaku yg tak kenal batas. Ada terbersit dalam hati untuk menikahinya suatu hari nanti, biarlah waktu yg menentukan akhirnya. Udara dingin perkebunan teh ini membuat kami terus larut. 

****** TAMAT ******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar